Isa ‘Alaihissalam, Antara Fakta dalam Islam dan Kepercayaan dalam Bibel
Oleh: Ustaz H. Muhammad Saifudin, Lc, M.Ag
Mudir Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Sangen
Islam menaruh perhatian secara khusus pada Nabi Isa alaihissalam dan ibunya Sayidah Maryam alaihassalam serta menempatkan keduanya pada kedudukan yang amat tinggi. Sehingga, penyebutan keduanya dalam Al-Qur’an melebihi porsi penyebutan dalam teks injil secara keseluruhan.
![]() |
Kaligrafi Nabi Isa |
Bahkan, salah satu surat dalam Al-Qur'an dinamai dengan Surat Maryam, dan menjadi satu-satunya wanita yang namanya disebutkan dalam Al-Qur'an secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa Sayidah Maryam adalah wanita yang memiliki kedudukan sangat mulia lagi suci, paling mulia di atas seluruh wanita di dunia.
وَاِ ذْ قَا لَتِ الْمَلٰٓئِكَةُ يٰمَرْيَمُ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰٮكِ وَطَهَّرَكِ وَا صْطَفٰٮكِ عَلٰى نِسَآءِ الْعٰلَمِيْنَ
Dan (ingatlah) ketika para malaikat berkata, “Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikanmu, dan melebihkanmu di atas segala perempuan di seluruh alam (pada masa itu).” (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 42)
Demikian halnya dengan Nabi Isa ’alaihissalam, Al-Qur’an menyebutkan bermacam-macam mukjizat yang dianugerahkan kepadanya, berupa menyembuhkan orang buta, menyembuhkan penderita penyakit kusta, menghidupkan orang mati, memberitakan hal-hal gaib, berbicara saat masih bayi, serta membuat membentuk burung dari tanah liat dan menghidupkannya dengan tiupan (Ali Imran: 49).
Kedudukan Isa dalam Islam
Kedudukan dan kemuliaan Nabi Isa ’alaihissalam dan ibunya, Maryam ’alaihassalam, menjadi titik temu antara Islam dan Kristen. Namun demikian, perbedaan antara Islam dan Kristen dalam meyakini Nabi Isa ’alaihissalam terletak pada sifat Nabi Isa, bukan pada misi dan cara kelahirannya.
1) Isa ’alaihissalam adalah Nabi
Dalam pandangan Islam, Allah Ta’ala Maha Suci tidak memiliki anak dan tidak memiliki pasangan. Oleh karena itu, Al-Qur’an menghubungkan Isa ’alaihissalam dengan kenabian, dan menegaskan bahwa ia dan ibunya adalah manusia biasa yang memiliki sifat insani, hidup, mati, sakit, sehat, makan, minum, dan sebagainya seperti halnya makhluk pada umumnya.
Bahkan dalam Al-Qur’an, penegasan bahwa Isa ’alaihissalam adalah putra Maryam disebutkan sebanyak 23 kali, hal ini untuk menegaskan bahwa Isa ’alaihissalam adalah manusia biasa yang dilahirkan dari kandung ibunya.
Kemudian Allah Ta’ala menganugerahkan padanya mukjizat-mukjizat untuk menguatkan dakwahnya di tengah-tengah masyarakat Bani Israel yang dikenal sangat bandel dan sulit menerima risalah ilahiyah.
2) Isa ’alaihissalam adalah Kalimatullah dan Ruh-Nya
Salah satu perbedaan mendasar antara Kristen dan Islam adalah sifat Isa, antara keilahian dan kemanusiaan. Perdebatan ini juga mencakup konsep "Ruh". Bagi umat Kristen, "Roh Kudus" mengangkat Isa ke keilahian, sementara bagi umat Muslim, ruh adalah bagian dari kemanusiaan dan urusan serta rahasia Allah.
وَيَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ ۗ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَاۤ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh, katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (QS. Al-Isra' 17: Ayat 85)
Dan ketika Al-Qur'an menyebut Isa sebagai “Kalimat Allah” dan “Ruh dari-Nya” (Qs. An-Nisa: 171), hal ini menegaskan bawa Isa memiliki kedudukan khusus di antara umat manusia, yaitu sebagai utusan Allah (Rasulullah), dan tanpa sekalipun menyatakan keilahian Isa.
3) Penyaliban
Al-Qur'an menegaskan bahwa Isa tidak disalib dan tidak dibunuh, melainkan seseorang dari pengikutnya yang berkhianat yang diserupakan dengan wajahnya.
وَّقَوْلِهِمْ اِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيْحَ عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللّٰهِ ۚ وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلٰـكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۗ وَاِ نَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَـفُوْا فِيْهِ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ ۗ مَا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍ اِلَّا اتِّبَا عَ الظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًاۢ
Dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, 'Isa putra Maryam, Rasul Allah.” Padahal, mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan 'Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) 'Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya. (QS. An-Nisa' 4: Ayat 157)
4) Turunnya Nabi Isa
Islam menjelaskan bahwa Nabi Isa ’alaihissalam akan turun ke dunia, untuk memimpin dunia dan memenangkan peperangan-peperangan, mengalahkan Dajjal dan menegaskan tauhid serta meluruskan umat manusia dari kesesatan keyakinan ketuhanan, seperti tercantum dalam hadis-hadis sahih.
Pandangan Muhammadiyah Terhadap Perayaan Natal
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerbitkan fatwa yang persis sama dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia. Di antara kandungan fatwa tersebut ialah, umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan umat-umat agama-agama dalam masalah-masalah keduniaan serta tidak boleh mencampuradukkan agama dengan akidah dan peribadatan agama lain seperti meyakini Tuhan lebih dari satu, Tuhan mempunyai anak dan Isa Al-Masih itu anaknya. Orang yang meyakininya dinyatakan kafir dan musyrik.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Dalam konteks ini, perayaan Natal di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkara-perkara akidah tersebut di atas. Karenanya, mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.
Demikian pula mengucapkan Selamat Natal merupakan bagian langsung dari perkara syubuhat yang dianjurkan untuk tidak dilakukan. (Fatwa-Fatwa Tarjih, Cetakan VI, 2003, hal. 209-210).
Dalam keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah yang termuat dalam Berita Resmi Muhammadiyah, No 01/2010-2015 Syawal 1431/September 2010, dinyatakan bahwa:
“Muhammadiyah menerima pluralitas agama tetapi menolak pluralisme yang mengarah pada sinkretisme, sintesisme, dan relativisme. Karena itu, umat Islam diajak untuk memahami kemajemukan agama dan keberagaman dengan mengembangkan tradisi toleransi dan koeksistensi (hidup berdampingan secara damai).
Dengan tetap meyakini kebenaran agamanya masing-masing, setiap individu bangsa hendaknya menghindari segala bentuk pemaksaan kehendak, ancaman dan penyiaran agama yang menimbulkan konflik antar pemeluk agama. Pemerintah diharapkan memelihara dan meningkatkan kehidupan beragama yang sehat untuk memperkuat kemajemukan dan persatuan bangsa.”
Wallahu a’alu bish-shawab, wa barakallaha fikum
Nashrun minallahi wa fathun qarib
Get notifications from this blog
Silakan berkomentar dengan sopan sebagai ajang silaturahmi sesama kita.