Muhammad Rasulullah: Fajar Cerah Mengusir Kabut Semesta
Oleh: Ustaz H. Muhammad Saifudin, Lc, M.Ag
Mudir Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Sangen
“My choice of Muhammad to lead the list of the world’s most influential persons may surprise some readers and may be questioned by others, but he was the only man in history who was supremely successful on both the religious and secular level”. (Michael H. Hart, The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, 1978/page 33)
(“Pilihan saya Muhammad untuk memimpin daftar orang paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan beberapa pembaca dan mungkin dipertanyakan oleh yang lain, tetapi dia adalah satu-satunya orang dalam sejarah yang sangat sukses baik di tingkat agama maupun sekuler.” Michael H. Hart, The 100: Peringkat Orang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, New York, 1978, hal. 33)
Tidaklah berlebihan penilaian dan apresiasi Michael H. Hart seorang tokoh sekuler ini terhadap Nabi Muhammad ﷺ, yang dituangkan dalam buku fenonemalnya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History (1978). Bahkan buku ini telah terjual lebih dari 500.000 eksemplar dan telah diterjemahkan ke dalam 15 bahasa.
Hart menempatkan Nabi Muhammad ﷺ di peringkat pertama. Menurutnya, Muhammad adalah orang Arab biasa tapi memiliki pengaruh dengan efek yang masih bertahan hingga sepanjang masa.
Menengok sejarah lampau, sebelum 14 abad yang lalu. Kehidupan masih serba sederhana, pola pikir masyarakat pun masih terbelenggu. Status manusia sebagai makhluk Allah Ta’ala yang paling mulia dan dominan atas semesta, masih jauh dari realitas.
Doktrin ideologi irasional (takhayul dan khurafat) sangat kental di benak masyarakat pada waktu itu, kepercayaan pada bintang-bintang, pohon-pohon besar, batu, dan berhala yang dipercaya memiliki kekuatan supranatural.
Muhammad Rasulullah: Fajar Cerah Mengusir Kabut Semesta |
Kepercayaan-kepercayaan ini memantik penyimpangan pada banyak aspek kehidupan. Praktik perjudian, riba, monopoli, dan kezaliman-kezaliman lainnya, adalah hal yang jamak hinga diyakini sebagai pilar utama kesuksesan ekonomi pada waktu itu.
Praktik perzinaan, perbuatan asusila, adigung adiguna, dan perilaku negatif lainnya, menjadi hiasan dalam struktur masyarakat pada waktu itu. Semua itu menjadi kabut hitam yang menyelimuti seluruh semesta kehidupan. Tak ayal disebut dengan al ashrul jahili (era jahil), era kegelapan.
Pada kondisi yang telah mencapai puncaknya ini, Allah Ta’ala mengutus seorang laki-laki dari bangsa Arab Quraisy, Muhammad ﷺ, dengan membawa petunjuk untuk membimbing umat manusia, mengusir kabut hitam menuju peradaban yang cerah bagi semesta.
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar agar Dia mengunggulkannya atas semua agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (Qs. As Shaf: 9)
Ayat ini menegaskan bahwa, diutusnya Muhammad ﷺ, adalah sebagai kabar gembira yang mengusir kabut gelap peradaban manusia, dan mengembalikan status manusia sebagai makhluk paling mulia di antara makhluk Allah Ta’ala yang lainnya.
Ayat di atas memberi gambaran kepada kita, perjuangan Rasulullah ﷺ dalam mencerahkan umat manusia dibekali dengan Huda dan Dinul Haq. Lantas apa makna dari Huda dan Dinul Haq?
Dari beberapa penjelasan mufasir diantaranya Ibn Katsir dalam Tafsir Al Azhim-nya, bisa kita simpulkan:
Pertama, makna Huda adalah berita yang benar. Yaitu Al-Qur’anul Karim. Bahwasanya Rasulullah ﷺ, tidaklah berkata dengan hawa nafsu dan keinginan pribadinya, melainkan dengan wahyu dari Allah Ta’ala melalui malaikat Jibril ’alaihissalam.
Kedua, makna Huda adalah iman yang shahih. Yaitu, keimanan yang benar bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis Nabi ﷺ. Keimanan yang murni yang selaras dengan kejernihan jiwa, tidak tercampuri oleh kemusyrikan dan penyimpangan lainnya.
Ketiga, makna Huda, adalah ilmu yang bermanfaat. Yaitu ilmu yang mencerahkan dari kebodohan, mencairkan dari kejumudan, memajukan dari kemandegan, membangkitkan dari keterperosokan dan menyelamatkan dari segala keburukan. Ciri ilmu yang disebarkan Rasulullah ﷺ adalah selaras antara hati dan perbuatan, seimbang dunia dan akhirat.
Keempat, Dinul Haq. Adalah agama yang hak lagi murni, agama yang lurus yang bersumber dari Allah Ta’ala melalui utusan-Nya dan disampaikan secara akurat oleh para sahabat dan ulama, rahimahumullah. Penyebaran agama ini bersifat mutawatir (konsensus) yang tidak mungkin diragukan dan tidak ada celah untuk dipersalahkan.
Agama hanif selaras dengan ajaran para nabi-nabi terdahulu, yang berbasis pada Tauhid dan menebarkan kebermanfaatan bagi seluruh makhluk dan memberi kemaslahatan bagi semesta. Yaitu agama yang dimenangkan oleh Allah atas agama lainnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, “Sungguh Allah telah melipatkan bumi untukku bagian barat dan bagian timurnya, dan kelak kekuasaan umatku akan mencapai semua bagian yang dilipatkan bagiku darinya.”
Sebagai rasa terima kasih kita atas jasa-jasa junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, kita tidak dituntut apa-apa, melainkan sami’na wa atha’na, sendika dawuh, meneladani perintah dan larangannya, memperjuangkan atas apa yang beliau perjuangkan demi tercapainya umat yang berkemajuan yang akan meraih kebahagiaan duniawi maupun ukhrawi.
Kita sangat mencintai. Bukti cinta kita pada kekasih kita Rasulullah ﷺ, maka selayaknya kita mengikuti petunjuknya dan menyebarkan wasiat-wasiatnya, semaksimal yang kita mampu. Kita harus lebih mencintai Nabi Muhammad ﷺ, dibandingkan tokoh sekuler Michel Hart dan lainnya.
Cinta yang dibuktikan dengan mengikuti akhlak dan sunah-sunahnya. Semoga kita benar-benar diakui sebagai umat beliau, di dunia dan di akhirat. Allahumma shalli wa sallim a’ala sayidina Muhammad wa ’ala alihi wa shahbihi wasallama tasliman katsiran.
Nashrun minallahi wa fathun qarib wa basy-syiril mukminin.
(Refleksi peringatan Maulid Nabi Muhammad 1446 H)
Get notifications from this blog
Silakan berkomentar dengan sopan sebagai ajang silaturahmi sesama kita.